Minggu, 08 Juni 2008

ALERGI

Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks dipengaruhi faktor genetik, lingkungan dan pengontrol internal.
Reaksi antigen-antibody, bermacam-macam
  1. Reaksi enteng
    Gatal, penyebabnya bisa jadi disebabkan karena udang, protein udang masuk kedalam protein tubuh disebut antigen.
  2. Reaksi sedang
    Muntah, sesudah injeksi (antigen) keluar dari praktek dokter.
  3. Reaksi obat.
    Sesudah injeksi dan bisa mengakibatkan kematian.

Reaksi alergi merupakan manifestasi klinis yang disebabkan karena proses alergi pada seseorang yang dapat menggganggu semua sistem tubuh dan organ tubuh. Organ tubuh atau sistem tubuh tertentu mengalami gangguan atau serangan lebih banyak dari organ yang lain. Gejala tergantung dari organ atau sistem tubuh , bisa terpengaruh bisa melemah. Jika organ sasarannya paru bisa menimbulkan batuk atau sesak, bila pada kulit terjadi dermatitis atopik. Tak terkecuali otakpun dapat terganggu oleh reaksi alergi.
Alergi atau hipersensitivitas adalah respon imun yang berlebihan dan tidak di inginkan karena bisa menimbulkan kerusakan jaringan bahkan kematian. Menurut Gell Coobs dibagi reaksi ini dibagi kedalam 4 bagian berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi. Tapi terkadang dalam klinisnya bisa 2 atau lebih reaksi bisa terjadi dalam waktu yang bersamaan.

Reaksi tipe I atau reaksi cepat


Reaksi anti filaksis atau reaksi alergi yang terjadi segara setelah masuknya allergen ke dalam tubuh.
Antigen yang masuk kedalam tubuh akan di tangkap oleh fagosit lalu di fagusitosis dan hasil dari proses tersebut akan di sampaikan kepada sel Th2. Sel yang akhir akan melepaskan sitokin yang merangsang sel B untuk membentuk IgE, lalu IgE tersebut di ikat oleh sel yang memiliki reseptor IgE (Fce-R) seperti sel mast, basofil dan eosinofil. Jika tubuh terpajan oleh alergen yang sama untuk kedua kali dan selanjutnya , maka allergen tsbt akan di ikat oleh IgE(spesifik) pada permukaan sel mast yang menyebabkan degranulasi sel mast, sehingga mengeluarkan berbagai mediator seperti histamin yang didapat dalam granul-granul sel dan menyebabkan gejala pada reaksi tipe I. Selain histamine mediator lainnya seperti prostaglandin leukotrin (SRS-A) yang dihasilkan metabolism asam arakidonat, berperan pada fase lambat dari reaksi tipe I ini, biasanya timbul beberapa jam sesudah kontak dengan alergen. Penyakit-penyakit yang segera timbul setelah terpajan alergen adalah asam bronchial, rhinitis, urtikaria dan dan dermatitis atopik.

Reaksi tipe II atau reaksi sitotoksik
Reaksi ini terjadi karena dibentuknya antibody jenis IgG dan IgM terhadap antigen yang merupakn bagian sel pejamu. Ikatan antara antigen dan antibody . Kompleks tersebut mengaktifkan komplemen dan menimbulkan lisis, lisis sel juga dapat terjadi oleh sel Natural Killer sebagai efektor Antibody Dependent Cell Citotoxicity (ADCC).
Contoh reaksi tipe II adalha destruksi sel darah merah akibat reaksi sel darah merah akibat reaksi sel darah merah akibat transfusi dan penyakit anemia hemolitik pada bayi yang baru lahir dan orang dewasa.
Contoh akibat reaksi tipe ini seperti sebagian kerusakan jaringan pada penyakit autoimun seperti miastenia gravis dan tirotoksikosis. Anemia hemolotik dapat terjadi karena obat seperti penisilin, kinin, sulfonamid.

Reaksi tipe III atau reaksi komplek imun.
Reaksi ini terjadi ketika kompleks antigen anti bodi menumpuk di pembuluh darah atau jaringan. Antigen-antibode bersatu membentuk kompleks imun, lalu kompleks imun tersebut mengaktifkan C yang melepas C3a dan C5a dan merangsang basofil dan trombosit melepaskan berbagai mediator antara lain histamin yang meningkatkan permeabelitas vaskuler. Kompleks imun tersebut juga mengaktifkan komplemen yang melepaskan berbagai mediator terutama macrophage chemotatic factor. Makrofag yang dikerahkan tempat tersebut akan merusak jaringan sekitarnya. Pada waktu normal kompleks imun tersebut akan dihancurkan oleh sel fagosit mononuclear terutama dalam hati, limpa dan paru tampa bantuan komplemen. Pada umumnya komplek imun yang besar akan dengan mudah dan cepat di musnakan di hati, kompleks imun yang larut terjadi jika antigen yang lebih banyak dari pada antibody sehingga kompleks imun tersebut akan lebih lama bertahan dalam sirkulasi. Keadaan ini tidak akan berbahaya selama kompleks imun tersebut tidak menembus pembuluh darah apalagi sampai mengendap kedalam jaringan. Keadaan ini diduga kerena gangguan fungsi fagosit yang digunakan untuk memusnakan komples imun tersebut.
Antibodi yang sering mengendap tersebut adalah IgM dan IgG, sedangkan antigennya dapat berasal dari:

  • infeksi kuman pathogen yang peristen
    contoh: malaria, infeksi ini disertai dengan antigen yang berlebihan yang tidak di imbangi dengan respon antibody yang efektif.
  • Di hirup
    contoh: spora jamur yang menimbulkan alveolitis ekstrinsik alergi)
  • Dari jaringan itu sendiri (penyakit autoimun)

Reaksi tipe IV atau reaksi hipersensitivitas lambat.
Hipersensitivitasvtipe lambat merupakan fungsi dari sel limfosit tersensitisasi secara spesifik, bukan fungsi antibody. Respon ini lambat dimulai beberapa jam atau beberapa hari setelah kontak dengan antigen dan sering berlangsung berhari-hari.
Tipe ini dibagi dalam 2 bagian

  1. Hipersensitivitas kontak:
    Alergi ini terjadi ketika telah terjadi sentisisasi dengan:
  • Zat kimia sederhana
    Contoh: nikel, formaldehid
  • Bahan-bahan tumbuhan
    Contoh: Racun pohon oak
  • Obat yang digunakan secara topical
    Contoh: Sulfonamide neomisin
  • Beberapa kosmetik, sabun dll

Molekul-molekul kecil masuk kedalam kulit dan bereaksi sebagai hapten, melekat pada protein tubuh dan bertindak sebagai antigen komplit. Reaksi ini diperantarai oleh sel terinduksi, terutama di kulit, dan ketika kulit kembali kontak dengan antigen tersebut orang yang sensitive maka dia akan mengalami eritema, vesikulasi, eksema, atau nekrosis kulit dalam waktu 12-48 jam.
Sel penyaji antigen pada reaksi ini mungkin sel langerhans dalam epidermis, yang berinteraksi dengan inflamatori sel CD4 + sel T.

  1. Hipersensitivitas tipe tuberculin
    Hipersensitivias lambat terhadap antigen mikroorganisme terjadi pada banyak penyakit infeksi dan telah digunakan sebgai alat banti diagnosis. Contohnya reaksi tuberculin. Ketikah sejumlah kecil tuberculin di injeksi kedalam epidermis kepada pasien yang sebelumnya terpapar mycobacterium tuberculosis, reaksi terjadi sedikit cepat. Secara perlahan-lahan muncul indurasi , kulit kemerahan dan mencapai puncaknya dalam waktu 24-72 jam. Sel mononuclear berkumpul dijaringan subkutan dan terdapat sel CD 4 inflamasi dan Th 1 dalam jumlah banyak.

FUNGSI PROTEIN

  1. Sebagai yang terentang di dalam membrane membentuk jalur atau saluran berisi air yang menembus lipid lapisan ganda sehingga memungkinkan zat-zat larut air yang cukup kecil memasuki saluran, misalnya ion.
    Setiap saluran dapat terbuka atau tertutup terhadap ion spesifiknya akibat perubahan bentuk saluran sebagai respon terhadap mekanisme pengontrol.
  2. Sebagai molekul pembawa yang mengangkut zat-zat yang tidak mampu menembus membrane dengan sendirinya. Dengan demikian saluran dan molekul pembawa keduanya penting dalam transportasi zat-zat antara CES dan CIS.
    Contoh: Hemoglobin sebagai transport oksigen dalam darah, seruloplasmin sebagai transport tembaga dalam darah.
  3. Banyak protein di luar permukaan berfungsi sebagai tempat reseptor yang mengenali dan berikatan dengan molekul-molekul spesifik di lingkungan sekitar sel pengikatan ini mencetus serangkaian kejadian dipermukaan membrane dan di dalam sel yang mengubah aktivitas sel tertentu.
  4. Kelompok protein lain berfungsi sebagai enzim yang terikat ke membrane yang mengontrol reaksi-reaksi kimia tertentu dipermukaan dalam atau luar sel. Sel-sel memperlihatkan khususnya pada jenis enzim yang terbenam dalam menbran plasma.
    Contoh glikolat oksidasi dari glioksisom, dan alkahol dehidrogenase pada fermentasi alcohol.
  5. Sebagian protein tersusun dalam sualu jalinan filamentosa dipermukaan bagian dalam membrane dan dihubungkan dengan unsur-unsur protein tertentu pada sitoskleton.
  6. Protein lain berfungsi sebagai molekul adhesi sel. Molekul-molekul ini menonjol keluar dari permukaan membrane dan membentuk lengkungan-lengkungan atau anggota badan laju yang digunakan oleh sel untuk saling berpegangan dan untuk melekatkan ke serat-serat jaringan ikat yang menjalin antara sel-sel.
    Contoh: kolagen jaringan ikat fibrora (kartilago, tulang, tendon), myosin, aktin.
  7. Protein lain khususnya bersama dengan karbohidrat penting untuk kemampuan sel mengenali diri dan dalam interaksi sel ke sel.
  8. Selain itu protei juga berfungsi sebagai aktivitas hormonal, seperti hormone pertumbuhan yang mengatur pertumbuhan tulang, dan juga pada saat kita digigit ular tubuh akan mengeluarkan enzim hidrolitik (degra dastis).
  9. Sebagian protein berfungsi sebagai toksin seperti toksin glistridium botulinun yakni tiksin makanan bacterial letal.
  10. Ada juga protein yang berungsi sebagai proteksi seperti antibody yang berinteraksi dengan proein asing, fibrinogen yang digunakan dalam pembekuan darah, juga insulin sebgai regulator metabolism glukosa dalam darah.
  11. Dan juga ada sebagian protein yangberfungsi sebagai cadangan dalam tubuh, seperti fertin sebagai cadagan zat besi (limpa) dan juga kasein cadangan asam amino.

beberapa obat doping

Doping.

Penggunaan anabolika oleh atlit-atlit dimaksudkan untuk mengembangkan dan memperkuat ototnya, terutama cabang olahraga yang berprestasi sangat tergantung pada kekuatan otot, seperti angkat besi, dan atletik, juga pada bina raga (body building). Volume dan kekuatan otot bertabah karena peningkatan sintesa protein diotot rangka, begitu berat badan menjadi naik, antara lain karena retensi air. Prestasi menjadi naik 10-15%, tetapi setelah 4 minggu berkurang lagi. Efeknya hanya nyata bila sebelum dan selama penggunaan zat anabolic dilakukan latihan itensif, yang disertai diet yang kaya akan protein dan kalori.
mengingat dosis tinggi yang diperlukan untuk efek baik tersebut dan efek samping buruk yang dapat terjadi (yang terpentingadalah gangguan fungsi hati dan tumor hati, lihat dibawah), maka pemakaian doping tidak dapat dibenarkan. Semua organisasi olahraga dunia melarang penggunaan anabolika yang dimuat dalam suatu daftar khusus. Atlit yang ketangkap basah atas dasar tes urin selalu didiskualifikasi dan didenda berat. Meskipun demikian sampai sekarang masih sering kali dilaporkan terjadinya pelnggaran.
Zat-zat doping lainnya.
Disamping steroida androgen dan anabolika (nandrolon, stanozolol) kini juga banyak diunakan sejumlah obat lain untuk dopin. Dapatlah disebutkan amfetamin dan derivat-derivatnya yang berefek peningkatan prestasi (efek ergogen), terutama pada jenis olah raga ynag memerlukan pengeluaran tenaga eksplosif selama waktu singkat. Adrenergika (obat-obat asma eferendi, klenbuterol) dan somatotrofin (growth hormone) juga menghasilkan efek positif terhadap volume dan kekuatan otot doping darah sendiri dan eritropoetin pun masih sering digunakan pada jenis olahraga yang membutuhkna keuletan jangka panjang (lari atau lomba sepeda jarak 10 km atau lebih). Efek ergogennya berdasarkan antara lain peningkatan jumlah eritrosit dan kapasitas transport oksigen dan CO2.

  1. Psikostimulansi:
    Amfetamin, kokain, nikotin, kofein.
    Ketergantungan fisik tidak begitu kuat, sedangkan ketergantungan psikis bervariasi dari lemah (kofein) sampai sangat kuat (amfetamin, kokain).
    Senyawa anfetamin: anfetamin, metamfetamin (“speed”) MTA, dan ectasy.
    Pada waktu perang dunia ke-II, senyawa ini banyak digunakan untuk efek stimulansnya, antara lain meningkatkan daya tahan prajurit dan penerbang, menghilangkan rasa letih, mengantuk, maupun lapar, dan meningkatkan kewaspadaan dan aktivitas. Selain itu zat ini juga meningkatkan tekanan darah dan rate jantung, yang dapat menyebabkan stroke maupun serangan jantung. Seusai perang zat ini, yang juga disebut “pep-pills”, sering sekali disalah gunkan oleh mahasiswa dan pengemudi truk untuk memberikan perasaan nyaman (euphoria), serta menghilangkan rasa kantuk dan lelah. Dikalangan atletik zat ini digunakan sebagai “doping” untuk meningkatkan prestasi yang melampai batas kemampuan normal. Keadaan ini tidak wajar dan berbahaya, karena rasa letih merupakan peringtan dari tubuh bahwa seseorang tersebut telah sampai batas kemampuannya. Jika dipaksakan bisa menimbulkan “exhaustion” yang membahayakan kesehatan.
    Overdose dapat berbahaya, dapat menimbulkan kekacauan pikiran, delirium, halusinasi, perilaku ganas, dan juga aritmia jantung yang dapat menimbulkan masalah serius. Untuk mengatasi gejala ini digunakan sedative misalnya diazepam.
  2. Anabolika
    Steroida anabol adalah derivate testoteron (dan progesterone) sintesis yang telah dikembangkan, sehingga dapat digunakan oleh wanita dan anak dibawah 16 tahun.
    Anabolika yang banyak digunakan dalah:
  • Derivate testoteron
    Metandrostenolon, metanolon (primobolan), eksimetolon (zenalosyn), stanozol (stromba).

  • Dan derivate nandrolon
    Nandrolon dan etilestrenol.